PENGERTIAN HADIST
Hadist menurut bahasa artinya al-jadid (baru). Bentuk jama’
hadist adalah ahaadistu, bertentangan dengan qiyas. Hadist menurut istilah
adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (diamnya) maupun sifatnya.
Sedangkan khabar menurut Bahasa artinya annaba’ atau berita.
Bentuk jama’nya adalah akhbaar. Khabar menurut istlah terdapat tiga pendapat,
yaitu:
1. Sinonim dari hadist atau memiliki satu arti
2. Berbeda dengan hadist. Hadist itu brasal dari Nabi SAW,
sedangkan khabar adalah selain dari beliau.
3. Lebih general dari hadist. Hadist itu berasa dari nabi
SAW sedangkan khabar adalah yang berasal dari beliau SAW maupun selain dari
beliau.
MACAM-MACAM HADIST
MACAM-MACAM HADIST
A. MACAM-MACAM HADIST
(KHABAR) DILIHAT DARI SISI SAMPAINYA HADIST KEPADA KITA
1. HADIST MUTAWATIR
Khabar (hadist) mutawatir adalah
hadist yang diriwayatkan oleh banyak orang (rawi), yang menurut kebiasaan
mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
Syarat hadist mutawatir:
a.
Diriwayatkan oleh banyak rawi, menurut pandangan yang terpilih, paling sedikit
ada 10 orang.
b. jumlah
bilangan rawi tersebut terdapat pada seluruh tingkatan (thabaqat) sanad.
c. menurut
kebiasaan, mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
d. Khabar
mereka disandarkan pada panca indera. Seperti, kami mendengar, kami melihat,
kami merasakan, dan sejenisnya.
Hadist mutawatir menunjukkan pada
pengetahuan yang sifatnya pasti (al-‘ilmu ad-dlaruri), yaitu sesuatu yang
meyakinkan. Hukum Hadist mutawatir adalah seluruhnya diterima. Tidak diperlukan
lagi pembahasan mengenai kondisi para perawinya.
Khabar mutawatir dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Mutawatir lafdhi adalah hadist yang makna
dan lafadznya memang mutawatir. Contohnya hadist berikut:
“Barangsiapa berdusta atas namaku
secara sengaja, maka hendaknya ia bersiap-siap menempati tempatnya di neraka.”
Hadist ini diriwayatkan oleh lebih dari 70
orang sahabat.
b. Hadist
mutawatir maknawi adalah hadist yang maknanya mutawatir, bukan lafadznya.
>Hadist-hadist mutawatir jumlahnya sangat terbatas.<
2. HADIST AHAD
Hadist ahad adalah hadist atau
berita yang diriwayatkan oleh satu orang. Atau hadist ahadmenurut istilah
adalah hadist yang tidak terkumpul syarat-syarat mutawatir.
Hadist ahad menunjukkan kepada
pengetahuan yag sifatnya teoritis (al-‘ilmu an-nadhari) yaitu pengetahuan yang
tegak karena adanya teori dan dalil.
Ditinjau berdasarkan jalur
hadistnya, hadist ahad dibagi tiga, yaitu:
a. Hadist Masyhur adalah hadist yang
diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih di setiap tingkatannya, asalkan
jumlahnya tidak mencapai derajad mutawatir.
b. Hadist ‘Aziz adalah hadist yang perawinya
berjumlah tidak kurang dari dua orang dari dua orang di seluruh tingkatan
(thabaqat) sanadnya. Maksudnya dimasing-masing tingkatan tidak boleh kurang
dari dua orang perawi.
c. Hadist Gharib adalah hadist yang diriwayatkan
oleh seorang rawi, sendirian.
Pembagian hadist ahad dari sisi
yang dapat diamalkan dan yang tidak dapat diamalkan, terbagi menjadi dua, sebagai
berikut.
a. Hadist
Muhkam dan Mukhtalif.
Hadist muhkam adalah hadist maqbul
yang selamat dari berbagai pertentangan yang semisal. Kebanyakan dari
hadist-hadist merupakan hadist-hadist mukam. Sedangkan hadist-hadist yang
saling bertentangan, jumlahnya amat sedikit dibandingkan dengan keseluruhan
jumlah hadist.
Sedangkan hadist Mukhtalif adalah
hadist maqbul yang bertentangan dengan hadist lain yang semisal, namun memiliki
peluang untuk dijama’ (dikompromikan) diantara keduanya. Yaitu bisa berupa
hadist shahih atau hadist hasan, lalu adahadist lain yang derajat dan kekuatannya
sama, akan tetapi secara dhahir maknanya bertentangan. Bagi orang yangberilmu
dan memiliki pemahaman yang kritis, amat memungkinkan kedua dalil tersebut
digabungkan dalam bentuk yang dapat diterima.
Apa yang harus dilakukan apabila
terdapat dua hadist maqbul yang saling bertentangan? Yang pertama, jika
keduanya memungkinkan untuk dikompromikan, maka langkah kompromi segera
ditetapkan dan dijalankan terhadap keduanya. Kedua, jika keduanya tidak mungkin
dikompromikan dengan berbagai alasan, maka (1) jika diketahui salah satu
diantara kedua hadist itu merupakan nasikh, maka hadist nasikh lebih
didahulukan dan diamalkan. Sedang hadist yang Mansukh kita tinggalkan. (2) jika
kita tidak mengetahui yang mana yang nasikh dan mana yang Mansukh, maka kita
harus mentarjih salah satu diantara kedua hadist tersebut dengan memeperhatikan
berbagai prinsip tarjih yang mencakup lima puluh jenis atau lebih. Kemudian kita
mengamalkan hadist yang rajih (terkuat). (3) dan jika terdapat kedua hadist itu
tidak bisa dilakukan proses tarjih dan hal ini merupakan kebuntuan, maka kita
mentawaqufkan (bekukan) mengamalkan kedua hadist tersebut, hingga tampak bagi
kita hadist yang lebih tarjih (terkuat).
b.
Hadist Nasikh dan Mansukh
Hadist Nasikh (Nasakh) adalah
As-Syari’ (pembuat hukum) mengangkat hukum yang terdahulu (sebelumnya) dengan
hukum lain (yang terakhir). Nasikh adalah menghilangakan yang Mansukh atau
memindahkannya pada hukum yang lain.
Pengetahuan mengenai nasikh dan
mansykhnya suatu hadist merupakan cabang ilmu yang amat penting dan amat sulit.
Az-Zuhri berkata: ”Perkara yang paling melelahkan dan melemahkan para fuqaha
adalah mengetahui hadist yang nasikh dan yang Mansukh.” Tokoh yang terkenal
dibidang ini adalah Imam Syafi’i. Untuk mengetahui hadist yang nasikh dan yang Mansukh
dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu: (1) melalui penjelasan Rasulullah
SAW (2) melalui perkataan sahabat Rasulullah (3) melalui pengetahuan sejarah
(4) melaui petunjuk ijma’.
B. MACAM-MACAM HADIST (KHABAR) YANG DAPAT
DITERIMA (MAQBUL)
Dilihat dari sisi berbagai variasi tingkatannnya, khabar maqbul (hadist
yang dapat diterima) terbagi menjadi dua bagian, yaitu Hadist Shahih dan Hadist
Hasan.
1. HADIST SHAHIH
Hadist shahih adalah hadist yang
sanadnya bersambung melalui (riwayat) rawi yang adil lagi dlabith dari rawi
yang semisal hingga akhir (sanad), tanpa ada syudzudz maupun ‘ilat. Maksudnya adalah:
a. Sanadnya bersambung yaitu bahwa setiap rawi
mengambil (hadistnya) secara langsung dari orang diatasnya, dari awal sanad
hingga akhir sanad.
b. Adilnya para perawi yaitu bahwa setiap rawi
harus muslim, baligh, berakal, tidak fasil dan tidak buruk tingkah lakunya.
c. Dlabithnya para perawi yaitu setiap rawi
harus sempurna daya ingatnya, baik ingatan dalam benak ataupun tulisan.
d. Tidak ada syadz. Syudzudz adalah hadistnya
tidak menyelisihi dengan hadist yang diriwayatkan oleh orang yang lbih tsiqah
dibandingkan dirinya.
e. Tidak ada ‘Ilat, maksudnya yaitu hadistnya
tidak cacat (ma’lul). ‘Ilat adalah penyebab samar lagi tersembunyi yang
bisamencemari shahihnya sebuah hadist, meski secara dhahir kelihatannya
terbebas dari cacat.
Hukum hadist shahih adalah wajib
diamalkan hadistnya sesuai dengan ijma’ (kesepakatan) ahli hadist, begitu pula
menurut ahli ushul dan para fuqaha. Hadist shahih bisa dijadikan hujjah
(argument syar’i).
Tingkatan pembagian hadist-hadist
shahih sebagai berikut.
a. Hadist yang disepakati oleh Bukhari dan
Muslim (ini adalah tingkatan paling tinggi)
b. Hadist yang diriwayatkan oleh bukhari
c. Hadist yang diriwayatkan oleh Muslim
d. Hadist yang sesuai syarat Bukhari Muslim,
namun keduanya tidak mengeluarkan hadist tersebut.
e. Hadist yang sesuai syarat Bukhari, namun
beliau tidak mengeluarkan hadist tersebut.
f. Hadist yang sesuai syarat Muslim, namun
beliau tidak mengeluarkan hadist tersebut.
g. Hadist
yang dishahihkan imam-imam hadist selin Bukhari dan Muslim, dan tidak memenuhi
syarat keduanya, seperti oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.
Hadist shahih
terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.
Shahih Li dzatihi, yaitu Hadist shahih dzatnya, shahih seperti
penjelasan diatas.
b.
Shahih Li Ghairihi, yaitu Hadist hasan li dzatihi yang diriwayatkan
lewat jalur lain yang semisal atau yang lebih kuat. Dinamakan hadist shahih li
ghairihi karena keshahihannya tidak berasal dari sanadnya itu sendiri, mlainkan
berasal dari jalur lain yang turut bergabung. Tingkatan hadist shahih li
ghairihi lebih tinggi dibandingkan dengan hadist hasan li dzatihi, dan ini
bukan shahih li dzatihi.
2. HADIST HASAN
Para ulama’ memiliki definisi
yang berbeda-beda mengenai hadist hasan, karena melihat bahwa hadist hasan itu
di tengah-tengah antara hadist shahih dengan hadist dlaif, ditambah lagi
sebagian dari ulam’-ulama’ itu mendefinisikannya dengan mencakup salah satu
dari dua kategori tersebut. Berikut definisi-definisi tentang hadist hasan.
a. Menurut
Al-Khathabi, hadist hasan adalah hadist yang diketahui tempat keluarnya, para
perawinya masyhur (terkenal), menjadi tempat beredarnya banyak hadist, diterima
oleh banyak ulama’, dan digunakan oleh sebagian besar fuqaha.
b. Menurut At-Tarmidzi, hadist hasan adalah
hadist yang diriwayatkan yang dalam sanadnya tidak ada rawi yang dituduh
berdusta, hadistnya tidak syadz, diriwayatkan pula hadistnya melalui jalan lain.
c. Menurut Ibnu Hajar hadist hasan, beliau
berkata bahwa hadist ahad yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,
ke-dlanit-annya sempurna, sanadnya bersambung, hadistnya tidak ‘ilal maupun
syadz, hadist semacam ini adalah shahih li dzatihi,. Jika derajatke-dlabit-annya
ebih rendah, itulah hadist hasan li dzatihi.
d. Menurut DR Mahmud Thahan, hadist hasan
yaitu hadist yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,
yang derajad dlabitnya lebih ringan dari orang yang serupa hingga puncak (akhir)
sanad, tidak ada syudzudz maupun ‘ilat.
Hukum hadist hasan yaitu bisa
diajdikan hujjah (argument), sebagaimana hadist shahih meskipun dari segi kekuatanya
berbeda. Seluruh fiqaha menjadikannya sebagai hujah dan mengamalkannya, begitu
pula sebagian besar pakar hadist dan ulama ushul, kecuali mereka yang memiliki
sikap keras. Sebagian ulama yang lebih longgar mengelompokkannya sebagai hadist
shahih, meski mereka mengatakan tetap berbeda dengan hadist shahih. Mereka itu
seperti Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah. Kitab-kitab yang banyak
memuat hadist hasan antara lain: Jami’at At-Tarmidzi, Sunan Abu Daud, dan Sunan
Ad-Daruquthni.
Hadist hasan
terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Hasan
Li dzatihi, yaitu hadist hasan dengan definisi seperti diatas.
b. Hasan
Li Ghairihi, yaitu hadist dla’if yang memiliki beberapa jalur (sanad), dan
sebab kedla’ifannya bukan karena perawinya fasik atau dusta. Hadist dla’if itu
meningkat derajadnya menjadi hasanli ghairihi karena 2 hal:
(1) hadist
tersebut diriwayatkan melalui jalur lain atau lebih, asalkan jalur lain itu
semisal atau lebih kuat.
(2) penyebab
ke-dla’if-annya bisa karena buruk hafalan perawinya, atau sanadnya terputus,
atau perawinya tidak dikenal.
Hadist hasan li ghairihi lebih
rendah derajatnya dibandingkan dengan hasan li dzatihi. Dengan demikian,
apabila hadist hasan li ghairihi bertentangan dengan hadist hasan li dzatihi,
maka hadist hasan li dzatihi lebih diutamakan.
Hukum hadist hasan li ghairihi
termasuk bisa diterima (maqbul) dan dapat dijadikan sebagai hujjah.
Untuk HADIST YANG TERTOLAK (MARDUD)
DIPEMBAHASAN SELANJUTNYA
Daftar pustaka:
Thahan, DR Mahmud. 2005. Ilmu
Hadist Praktis. (Penerjemah Abu Fuad). Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
Comments
Post a Comment