Pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical
Thinking merupakan pendekatan komponen Well-Established dalam
sistem pendidikan di Indonesia. Fokus kajian pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking dalam pembelajaran dikonsentrasikan dalam mendapat pengetahuan dan pengalaman
sehingga mampu meningkatkan pemikiran peserta didik dalam memahami pelajaran.
Adanya inovasi-inovasi di bidang pendidikan ini
akan memberikan harapan besar bagi peningkatan mutu lulusan pendidikan. Untuk
itu denagn adanya inovasi pembelajaran yang berbasis Deep Dialog/Critical Thinking ini diharapkan mampu
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia sehingga mampu
mengangkat nama Indonesia dan membawa Indonesia menjadi negara yang lebih maju.
Pendekatan pembelajaran berbasis Deep
Dialog/Critical Thinking mampu menjadi penggerak yang unggul untuk membantu
peserta didik belajar karena Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT)
menggunakan semua metode pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya seperti multiple
intelligences, belajar aktif, keterampilan proses ataupun Partnership
Learning Method. Dengan begitu, maka guru/dosen dapat memberikan variasi
dalam pembelajaran sehingga peserta didik tidak merasa bosan dan monoton.
Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) dapat melatih peserta didik untuk mampu berpikir kritis dan imajinatif,
menggunakan logika, menganalisis fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas
ide-ide lokal dan tradisional, sehingga dapat meningkatkan peserta didik untuk
berfikir mandiri. Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) menekankan
pada nilai, sikap, kepribadian, mental, emosional dan spiritual sehingga
peserta didik belajar dengan menyenangkan dan bergairah.
Dengan pembelajaran Deep Dialogue/Critical
Thinking (DD/CT) maka sistem pembelajaran akan lebih efektif karena
pembelajaran ini tidak hanya mengacu pada guru, tapi juga mengacu kepada
peserta didik. Peserta didik juga dilatih untuk berani berbicara di depan
kelas. Jadi jika pembelajaran ini dilakukan sejak Sekolah Menengah Pertama
(SMP) akan menjadi sangat efektif karena
guru tidak hanya terpacu untuk mengajarkan pelajaran dalam buku paket saja,
akan tetapi juga mengembangkan pelajaran dengan pemikiran inisiatif dari siswa
dan mengajarkan cara berkomunikasi siswa di dalam kelas.
Biasanya dalam suatu pembelajaran, guru yang
membelajarkan peserta didik. Hal ini berbeda dengan pembelajaran berbasis Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT), baik guru/dosen maupun peserta didik
akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman karena peserta didik juga
memiliki hak untuk berbicara mengungkapkan belajar secara kritis di kelas yang
kemudian ditanggapi dan didampingi oleh guru. Hubungan antara guru/dosen dan
peserta didik akan terbina secara dialogis kritis, sebab pembelajaran berbasis Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) membiasakan guru/dosen dan
peserta didik untuk saling membelajarkan, dan belajar hidup dalam keberagaman.
Pembelajaran Deep Dialog/Critical Thinking sering digunakan di perguruan
tinggi, namun implementasi pembelajaran ini di Sekolah Menegah masih sangat
kurang. Padahal jika pembelajaran ini diimplementasikan sejak Sekolah Menegah
maka akan sangat membatu siswa dan guru dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran yang melatih siswa untuk berfikir kritis dan melakukan dialog
mendalam seharusnya dilakukan lebih dini, seperti di SMP atau di SMA. Namun
kebanyakan sekolah menengah yang telah menggunakan pembelajaran inovatif hanyalah
sekolah di daerah perkotaan saja, sedangkan di daerah desa atau pinggiran kota masih
sangat sedikit yang menggunakan pembelajaran inovatif. Hal inilah yang
menyebabkan adanya kesenjangan pendidikan di Indonesia selain kualitas guru dan
teknologi informasi yang menunjang proses belajar pembelajaran.
Di era perkembangan pendidikan yang pesat,
ditambah dengan seringnya perubahan
kurikulum, guru sudah harus mampu melakukan perubahan dalam pembelajaran. Jadi
dengan pembelajaran Deep Dialog/Critical Thinking ini maka akan
dapat mengarahkan guru pada pembelajaran yang lebih bersifat inovatif, dan
mewadahi karakter peserta didik, sehingga peserta didik mampu menangkap pelajaran dengan perasaan senang,
termotivasi, dan mampu meningkatkan hasil belajar. Oleh karena itu, guru
dituntut tidak hanya mampu melakukan transfer pengetahuan, tetapi juga mampu
memahami karakter, kemampuan, dan bakat peserta didik.
Di Indonesia kualitas guru hanya dinilai dari
ujian sertifikasi, sedangkan kemampuan guru dalam inovasi mengajar kurang
dinilai. Hal ini menyebabkan kualitas guru tidak mengalami perkembangan yang
berarti. Seharusnya penilaian murid terhadap pembelajaran guru dalam mengajar
juga harus dijadikan pertimbangan pemerintah dalam meluluskan sertifikasi guru.
Dalam prakteknya di Indonesia masih banyak guru yang belum menggunakan sistem
pembelajaran yang inovatif. Kebanyakan guru di Indonesia masih menggunakan
sistem pembelajaran tradisional yang lebih berorientasi pada guru, sehingga
siswa sulit untuk berkembang dan mandiri. Hal ini karena masih kurangnya
sosialisasi pemerintah dalam pengembangan implementasi pembelajaran yang
inovatif. Untuk itu diharap pemerintah juga ikut aktif dalam implementasi
pembelajaran Deep
Dialog/Critical Thinking dan implementasi pembelajaran inovatif yang lainnya,
sehingga kualitas guru dapat ditingkatkan.
Comments
Post a Comment